فَاِذَا انۡسَلَخَ الۡاَشۡہُرُ الۡحُرُمُ فَاقۡتُلُوا الۡمُشۡرِکِیۡنَ حَیۡثُ وَجَدۡتُّمُوۡہُمۡ وَ خُذُوۡہُمۡ وَ احۡصُرُوۡہُمۡ وَ اقۡعُدُوۡا لَہُمۡ کُلَّ مَرۡصَدٍ ۚ فَاِنۡ تَابُوۡا وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ فَخَلُّوۡا سَبِیۡلَہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ
Kemudian apabila bulan-bulan yang dimuliakan itu berlalu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana pun kamu menjumpai mereka, dan tawanlah mereka, kepunglah mereka dalam benteng mereka, dan dudukilah setiap tempat pengintaian untuk mengintai mereka. Tetapi jika mereka bertaubat, senantiasa mendirikan shalat dan membayar zakat, maka bukalah jalan mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.(At-Taubah:5)
Ayat ini sering dijadikan rujukan para teroris yang mengatas namakan islam untuk membunuh orang-orang diluar dari Islam, bahkan diluar dari keyakinan yang dia pahami.
Lantas, apa maksud asli ayat tersebut.
Tafsir quran um majid
(Karya mirza bashiruddin mahmud ahmad)
Makna bulan-bulan
“Bulan yang dimuliakan” adalah empat bulan yaitu Zulqa‘dah, Zulhijah, Muharam dan Rajab, tiga bulan pertama untuk naik haji, sedangkan dalam bulan yang disebut terakhir, biasanya orang-orang Arab melakukan umrah (QS.2:195 dan QS.2:218). Istilah Asyhur al-Hurum bukan berarti “bulan-bulan suci” tetapi “bulan-bulan terlarang,” dan mengisyaratkan kepada empat bulan tersebut dalam QS.9:2. Dalam bulan-bulan tersebut, orang-orang musyrik diberi perlindungan untuk pesiar di seluruh negeri dan melihat sendiri, apakah Islam memperoleh kemenangan dan firman Allah menjadi genap atau tidak? Sesudah jangka waktu, ketika segala bentuk permusuhan harus ditangguhkan itu berakhir, peperangan boleh dimulai kembali memerangi musuh-musuh sengit agama Islam, bila mereka itu mengawali lagi permusuhan dan setelah mereka itu berulang-ulang melanggar perjanjian mereka. Alasan ultimatum ini dikemukakan dalam ayat-ayat QS.9:8-13. Adapun orang-orang musyrik yang tidak pernah berkhianat atau curang harus dilindungi (QS.9:4,7).
Orang-orang musrik yang dimaksud
Orang-orang musyrik yang telah berperang dengan Kaum Muslimin dan belum meminta perjanjian baru.
Intinya
Perintah pembatalan perjanjian itu turun karena mereka terlebih dahulu melanggar perjanjian, sebagaimana sebelumnya mereka juga melanggar kesepakatan dalam perjanjian Hudaibiyah. Tidak sebagaimana Bani Dhamrah, satu-satunya sekutu Quraisy yang tetap mematuhi perjanjian damai dengan umat Islam. (Ali bin Muhammad Al-Khazin, At-Ta’wil fi Ma’ânit Tanzîl, [Bairut, Dârul Fikr, 1399 H/1979 M], juz III, halaman, 63); dan (Ahmad bin Muhammad as-Shawi, Hasyiyyatus Shawi ‘ ala Tafsiril Jalalain, [Beirut, Darul Fikr: 1424 H/2004 M], editor: Shidqi Muhammad Jamil, juz II, halaman 170-173).
Dari konteks keseluruhan bahwa ayat ini turun bukan untuk memerangi orang-orang kafir secara dendam dan tanpa alasan tetapi ayat ini hanya ditujukan kepada orang-orang kafir yang melanggar janji terlebih dahulu.
Beberapa ayat setelahnya juga yakni (Q.S At-Taubah 36) mengatakan bunuhlah orang kafir.
Tafsir Al-Qurtubi
Kalau pun makna lafadz ini mau dipaksakan sebagai dasar untuk membunuh semua orang musyrik, maka ada pendapat ulama tafsir lain yang menyebutkan bahwa ayat ini sudah dinasakh, alias dihapus keberlakuannya.
Hal itu disebutkan oleh Ibnu Athiyah sebagaimana dinuqil oleh Al-Imam Al-Qurthubi dalam tasfir Al-Jami' li Ahkamil Quran. Beliau menjelaskan bahwa awalnya memerangi orang musyrik itu merupakan fardhu 'ain bagi setiap muslim. Kemudian hukum ini dinasakh atau dihapus, diganti menjadi fardhu kfiayah saja. Maksudnya yang wajib hanya mereka yang terlibat dalam peperangan tertentu saja, dan bukan semua umat Islam. Silahkan periksa tafsir Al-Jami' li Ahkam Al-Quran karya Al-Imam Al-Qurthubi.
Artikel berkaitan: Apakah Rasulullah Memerintahkan Memerangi Umat Yahudi?

.jpeg)